KEHARAMAN BAGI MUSLIM BERHUKUM DENGAN HUKUM SELAIN SYARIAT ISLAM [ AL QURAN DAN AS SUNNAH ]
Firman Allah Ta’ala:
(“Hai orang-orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul-Nya dan ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan urusan tersebut kepada Allah
(Al-Qur’an) dan Rosul (As Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kiamat, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih
baik
akibatnya”/An-Nisa’:59).
-------------------------
ASBABUL NUZUL AYAT
-------------------------
> Imam Bukhori rahimahullah Ta’ala berkata, telah bercerita kepada
kami Shodaqoh bin fadl, telah bercerita kepada kami Hajaj bin Muhammad
A’war, dari ibnu Juraij, dari Ya’la bin Muslim dari Sa’id bin
Jubair,dari ibnu Abbas ra; ia berkata: “ayat ini diturunkan kepada
Abdullah bin Khudafah bin Qois bin Ady, ketika ia diutus oleh Rosulullah
Saw untuk memimpin pasukan khusus”.
>Imam Ahmad
rahimahullah Ta’ala berkata, telah bercerita kepada kami Abu Muawiyah,
telah bercerita kami Al A’mas, dari Sa’id bin Ubadah, dari Abu
Abdurrahman As Silmi, dari Ali bin Abi Tholib ra, dia berkata: “ketika
Rosulullah saw telah mengirimkan sebuah pasukan khusus, lalu dia
mengangkat salah seorang pemimpinnya dari kalangan anshor, maka tatkala
mereka berangkat, mereka mendapatkan sesuatu pada diri mereka, lalu Ali
bercerita; salah seorang pemimpin mereka berkata: “bukankah Rosulullah
Saw telah memerintahkan kepada kalian untuk mentaatiku?, mereka
menjawab, benar. lalu dia berkata, kalau begitu carilah dan kumpulkan
kayu bakar untukku, lalu bakarlah kayu bakar tersebut, kemudian pemimpin
mereka berkata; “aku menginginkan agar kalian semua masuk kedalam api
tersebut. Maka salah seorang pemuda dari mereka berkata: “sesungguhnya
jalan keluar dari api tersebut sebagai keputusannya adalah Rosulullah
Saw, oleh sebab itu janganlah kalian tergesa-gesa masuk kedalamnya
sebelum kalian menemui Rosulullah Saw terlebih dahulu. Jika kalian
diperintahkan oleh beliau Saw untuk masuk kedalam api tersebut, maka
masuklah kalian. Kemudian mereka kembali kepada Rosulullah Saw, dan
menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau, lalu Rosulullah saw
berkata kepada mereka: “seandainya kalian masuk kedalam api tersebut,
maka kalian tidak akan pernah keluar selama-lamanya. Bahwasanya ketaatan
itu hanya dalam kebaikan saja. Imam bukhori dan muslim juga
meriwayatkan dalam kitab shohihain mereka dari jalur Al A’mas dengan
lafadz yang sama
(tafsir Ibnu katsir: juz2/342)
----------------------
TAFSIR AL-QUR’AN
----------------------
Abu Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala berkata:
“Hal ini merupakan perintah Allah Swt, bahwa setiap ada perselisihan
diantara manusia hendaknya dikembalikan kepada Allah Swt (Al-Qur’an) dan
Rosul-Nya (As Sunnah), baik menyangkut urusan yang pokok (dasar)
ataupun yang cabang. Sebagaimana Dia Swt berfirman (“Tentang sesuatu
apapun kalian berselisih, maka keputusannya hanya diserahkan kepada
Allah dan Rosul-Nya”/Asy-Syuro:10). Maka apa saja yang diputuskan oleh
Allah Swt didalam Al-Qur’an dan Rosulullah Saw didalam As Sunnah yang
dipersaksikan keshohihannya, maka hal itu merupakan kebenaran, dan tidak
ada sesudah perkara yang benar melainkan kebatilan belaka.karena itulah
dalam firman selanjutnya (“jika kalian benar-benar beriman kapada Allah
dan hari kemudian”). Kembalikan semua perselisihan dan ketidaktauan itu
kepada kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rosul-Nya, maka carilah
keputusan masalah yang kalian perselisihkan itu kepada keduanya. (“jika
kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”), maksudnya
hal ini menunjukan bahwa barang siapa yang tidak menyerahkan segala
keputusan hukum kepada kitabullah dan sunnah Rosul-Nya disaat berselisih
pendapat dan tidak mengembalikan keputusan tersebut kepada keduanya,
maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat. Dan
firman-Nya (“yang demikian itu lebih utama bagi kalian”), maksudnya
menyerahkan segala keputusan kepada kitabullah dan sunnah Rosul-Nya
serta mengembalikan kepada keduanya dalam menyelesaikan semua
perselisihan pendapat merupakan hal yang lebih utama"
(Tafsir Al Qur’an Al Adhim: Ibnu Katsir: juz2/34
Imam Qurtuby rahimahullah Ta’ala berkata:
(“maka kembalikan segala urusan kepada Allah dan Rosul-Nya”), maksudnya
mengembalikan segala keputusan hukum kepada kitabullah (Al-Qur’an),
atau kepada Rosul-Nya dalam semua perselisihan ketika masa hidupnya
serta mengacu kepada sunnahnya ketika beliau telah wafat, inilah yang
dikatakan oleh Mujahid, Al A’mas, dan Qotadah. Dan itulah pendapat yang
benar. Dan barang siapa yang tidak melihat (peduli) terhadap persoalan
hal ini, maka hilanglah keimanannya (bukan orang mukmin). Yang demikian
itulah Allah Swt berfirman (“jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian”). Bisa dikatakan, maksudnya adalah “katakanlah,
hanya Allah dan Rosul-Nya yang paling mengetahui. Maka inilah yang
dimaksud mengembalikan segala urusan."
(Tafsir Al Jami’Li Ahkamil Qur’an: Imam Qurtuby: juz5/261).
Imam Syaukani rahimahullah Ta’ala berkata:
Ketika Allah Swt memerintahkan kepada para penguasa dan para hakim
tatkala mereka memutuskan hukum diantara manusia, supaya mereka
memutuskan dengan kebenaran (kembali kepada Allah dan Rosul-Nya). Yang
dimaksud seseorang diperintahkan untuk mentaati para penguasanya adalah
apabila para pemimpin tersebut mentaati Allah Azza wa Jalla dengan
menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang
dilarang-Nya dan mentaati Rosul-Nya dengan menjalankan segala apa yang
diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya.
Jadi yang disebut “Ulil amri” tersebut yaitu mereka para penguasa,
para pemimpin, dan para hakim yang menjalankan kekuasaannya
dengan syariat (islam) bukan syariat (thogut). Dan ketaatan kepada
mereka selama mereka mengajak yang ma’ruf dan melarang yang
maksiat (mungkar). Maka tidak ada ketaatan kepada manusia dalam rangka
berbuat maksiat kepada Allah. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits
Rosulullah Saw. Dan Jabir bin Abdillah serta Mujahid menjelaskan bahwa
yang dimaksud “Ulil amri” yaitu mereka para ahli Qur’an dan ahli ilmu.
(Tafsir Fathul Qodir: Imam As Saukani)
Imam Baghowi rahimahullah Ta’ala berkata:
“Telah berkata Ali bin abi Tholib ra: Wajib bagi para penguasa
(pemimpin) untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah (syariat
islam), dan menjalankan amanat-Nya dengan benar. maka apabila dia
mengerjakannya, wajib bagi rakyatnya untuk mendengar dan mentaati
perintahnya. Sebagaimana firman-Nya (“maka kembalikan semua urusan itu
kepada Allah dan Rosul-Nya”), maksudnya adalah kembali kepada kitabullah
(Al-Qur’an) dan kepada Rosul-Nya ketika beliau masih hidup, serta
mengambil sunnahnya tatkala beliau sudah wafat. Adapun mengembalikan
segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan As Sunnah merupakan hal yang
wajib menakala ditemui didalamnya. Sebaliknya apabila tidak didapatkan
keterangannya, maka dengan jalan ijtihad. Dikatakan bahwa, maksud
kembali kepada Allah dan Rosul-Nya yaitu ketika orang tidak mengerti
(hukum persoalannya), agar dia mengatakan: “hanya Allah dan Rosul-Nya
yang paling mengerti”. Dan firman-Nya (“jika kalian benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian”), yaitu kembali kepada Allah dan
Rosul-Nya. Dan firman-Nya (“yang demikian itu lebih utama dan lebih baik
akibatnya”), yaitu lebih baik dari harta (kekayaan) dan akibat yang
dilakukannya.
(Tafsir Ma’alimut Tanzil: Imam Baghowi:juz2/240).
Abu Ja’far Ath Thobari rahimahullah Ta’ala berkata tentang pengertian ayat:
(“maka jika kalian berselisih tentang urusan itu, maka kembalikan
kepada Allah dan Rosul-Nya jika kalian benar-benar beriman kapada Allah
dan hari kemudian”), maksudnya adalah “apabila kalian berselisih, wahai
orang-orang yang beriman baik yang menyangkut urusan agama atau
persoalan pemerintahan kalian, hendaknya dikembalikan kepada Allah. Maka
carilah pengetauan hukum yang kalian perselisihkan itu didalam
kitabullah (Al-Qur’an). Apabila kalian mendapatkannya, maka ikutilah
hukum tersebut. Adapun firman-Nya (“dan kembalikan kepada Rosul-Nya”),
maksudnya; apabila kalian tidak mendapatkan ilmu yang menunjukan hukum
persoalan tersebut didalam Al-Qur’an, maka serahkan hukum tersebut
kepada Rosul-Nya ketika beliau masih hidup dan ambillah sunnah beliau
sebagai sumber hukum ketika beliau telah wafat. Dan firman-Nya (“jika
kalian benar-benar beriman kepada Allah”), artinya; kerjakanlah perintah
tersebut, jika kalian membenarkan agama Allah berupa (syariat-Nya).
Adapun firman-Nya (“dan hari kemudian”), artinya pada hari pembalasan
yang didalamnya ada pahala dan siksa. Maka sesungguhnya apabila kalian
mengerjakan apa yang diperintahkan, niscaya kalian akan mendapat balasan
pahala dan kenikmatan dari Allah (disyurga). Sebaliknya jika kalian
melanggarnya, maka Ia akan menyiksa kalian (dineraka).
(Tafsir Al Jami’ul Bayan fie Ta’wilil Qur’an: Ath Thobari:juz8/504)
Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’di rahimahullah Ta’ala berkata:
(“Maka mengembalikan semua keputusan kepada keduanya (Al-Qur’an dan As
sunnah) merupakan syarat keimanan, oleh sebab itu Dia Swt berfirman
(“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”),
maksudnya, hal ini menunjukan bahwa barang siapa yang tidak
mengembalikan segala urusan yang diperselisihkan kepada keduanya, maka
pada hakikatnya dia bukan orang yang beriman, namun dia orang yang
beriman kepada Thogut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah).
Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat sebelumnya”). Kemudian
firman-Nya (“yang demikian itu”), maksudnya mengembalikan semua
keputusan kepada Allah dan Rosul-Nya. Dan firman-Nya (“lebih utama dan
lebih baik akibatnya”), maksudnya maka barang siapa yang memutuskan
hukum kepada Allah dan Rosul-Nya, maka itulah hukum yang paling baik dan
lebih adil serta bermaslahat bagi semua manusia baik dalam persoalan agamanya ataupun dunianya.
Tafsir Taisirul karimurrahman fie tafsir kalamil manan: juz1/183)
Jadi berdasarkan nash di atas berhukum dengan hukum selain syariat
islam baik bagi seorang pemimpin,pejabat
negara,polisi,tentara,rakyat,baik individu dan kolektif seperti hukum
Demokrasi,komunisme,sosialisme atau undang-undang buatan manusia atau
paham dan agama selain islam maka orang tersebut di hukumi KAFIR.
Imam Ibnu katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surah al maidah : 50 didalam kitab tafsir nya:
"Allah ta'ala mengingkari orang yg keluar dari hukum Allah yg
mengandung segala kebaikan,dan mencegah dari segala keburukan,dengan
berpaling kepada selain nya yg berupa pendapat-pendapat,hawa nafsu dan
istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa ada dasar dari syariat
Allah,sebagaimana yang di lakukan kaum jahiliyyah.Mereka berhakim kepada
nya karena kebodohan dan kesesatan nya,sebagaimana tartar berhakim
dengannya yang berupa ketentuan-ketentuan yang diambil dari jengiskhan
yang merumuskan nya dengan diambil dari berbagai aturan (Yahudi,nasrani
dan agama islam).di dalam nya banyak hukum yang pembuatanya brdasarkan
pandangan nya dan hawa nafsu nya.lalu kitab itu menjadi Undang-undang yg
mereka utamakan dibanding hukum Kitab Al quran dan As
sunnah.barangsiapa brbuat sprti itu,maka ia adalah orang kafir yg harus
di perangi sehingga ia kembali kepada hukum Allah dan Rasul nya.dengan
demikian ,tidak ada dibenarkan kepada selain nya baik dalam masalah
kecil atau besar."
Semoga Allah swt melapangkan dada kita agar senantiasa berjalan di atas jalan Allah..aamin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar