Sabtu, 31 Agustus 2013

KEHARAMAN BAGI MUSLIM BERHUKUM DENGAN HUKUM SELAIN SYARIAT ISLAM [ AL QURAN DAN AS SUNNAH ]


Firman Allah Ta’ala:

(“Hai orang-orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul-Nya dan ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan urusan tersebut kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rosul (As Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kiamat, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik
akibatnya”/An-Nisa’:59).

-------------------------
ASBABUL NUZUL AYAT
-------------------------
> Imam Bukhori rahimahullah Ta’ala berkata, telah bercerita kepada kami Shodaqoh bin fadl, telah bercerita kepada kami Hajaj bin Muhammad A’war, dari ibnu Juraij, dari Ya’la bin Muslim dari Sa’id bin Jubair,dari ibnu Abbas ra; ia berkata: “ayat ini diturunkan kepada Abdullah bin Khudafah bin Qois bin Ady, ketika ia diutus oleh Rosulullah Saw untuk memimpin pasukan khusus”.

>Imam Ahmad rahimahullah Ta’ala berkata, telah bercerita kepada kami Abu Muawiyah, telah bercerita kami Al A’mas, dari Sa’id bin Ubadah, dari Abu Abdurrahman As Silmi, dari Ali bin Abi Tholib ra, dia berkata: “ketika Rosulullah saw telah mengirimkan sebuah pasukan khusus, lalu dia mengangkat salah seorang pemimpinnya dari kalangan anshor, maka tatkala mereka berangkat, mereka mendapatkan sesuatu pada diri mereka, lalu Ali bercerita; salah seorang pemimpin mereka berkata: “bukankah Rosulullah Saw telah memerintahkan kepada kalian untuk mentaatiku?, mereka menjawab, benar. lalu dia berkata, kalau begitu carilah dan kumpulkan kayu bakar untukku, lalu bakarlah kayu bakar tersebut, kemudian pemimpin mereka berkata; “aku menginginkan agar kalian semua masuk kedalam api tersebut. Maka salah seorang pemuda dari mereka berkata: “sesungguhnya jalan keluar dari api tersebut sebagai keputusannya adalah Rosulullah Saw, oleh sebab itu janganlah kalian tergesa-gesa masuk kedalamnya sebelum kalian menemui Rosulullah Saw terlebih dahulu. Jika kalian diperintahkan oleh beliau Saw untuk masuk kedalam api tersebut, maka masuklah kalian. Kemudian mereka kembali kepada Rosulullah Saw, dan menceritakan peristiwa tersebut kepada beliau, lalu Rosulullah saw berkata kepada mereka: “seandainya kalian masuk kedalam api tersebut, maka kalian tidak akan pernah keluar selama-lamanya. Bahwasanya ketaatan itu hanya dalam kebaikan saja. Imam bukhori dan muslim juga meriwayatkan dalam kitab shohihain mereka dari jalur Al A’mas dengan lafadz yang sama
(tafsir Ibnu katsir: juz2/342)

----------------------
TAFSIR AL-QUR’AN
----------------------


Abu Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah Ta’ala berkata:
“Hal ini merupakan perintah Allah Swt, bahwa setiap ada perselisihan diantara manusia hendaknya dikembalikan kepada Allah Swt (Al-Qur’an) dan Rosul-Nya (As Sunnah), baik menyangkut urusan yang pokok (dasar) ataupun yang cabang. Sebagaimana Dia Swt berfirman (“Tentang sesuatu apapun kalian berselisih, maka keputusannya hanya diserahkan kepada Allah dan Rosul-Nya”/Asy-Syuro:10). Maka apa saja yang diputuskan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an dan Rosulullah Saw didalam As Sunnah yang dipersaksikan keshohihannya, maka hal itu merupakan kebenaran, dan tidak ada sesudah perkara yang benar melainkan kebatilan belaka.karena itulah dalam firman selanjutnya (“jika kalian benar-benar beriman kapada Allah dan hari kemudian”). Kembalikan semua perselisihan dan ketidaktauan itu kepada kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rosul-Nya, maka carilah keputusan masalah yang kalian perselisihkan itu kepada keduanya. (“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”), maksudnya hal ini menunjukan bahwa barang siapa yang tidak menyerahkan segala keputusan hukum kepada kitabullah dan sunnah Rosul-Nya disaat berselisih pendapat dan tidak mengembalikan keputusan tersebut kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat. Dan firman-Nya (“yang demikian itu lebih utama bagi kalian”), maksudnya menyerahkan segala keputusan kepada kitabullah dan sunnah Rosul-Nya serta mengembalikan kepada keduanya dalam menyelesaikan semua perselisihan pendapat merupakan hal yang lebih utama"
(Tafsir Al Qur’an Al Adhim: Ibnu Katsir: juz2/34


Imam Qurtuby rahimahullah Ta’ala berkata:
(“maka kembalikan segala urusan kepada Allah dan Rosul-Nya”), maksudnya mengembalikan segala keputusan hukum kepada kitabullah (Al-Qur’an), atau kepada Rosul-Nya dalam semua perselisihan ketika masa hidupnya serta mengacu kepada sunnahnya ketika beliau telah wafat, inilah yang dikatakan oleh Mujahid, Al A’mas, dan Qotadah. Dan itulah pendapat yang benar. Dan barang siapa yang tidak melihat (peduli) terhadap persoalan hal ini, maka hilanglah keimanannya (bukan orang mukmin). Yang demikian itulah Allah Swt berfirman (“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”). Bisa dikatakan, maksudnya adalah “katakanlah, hanya Allah dan Rosul-Nya yang paling mengetahui. Maka inilah yang dimaksud mengembalikan segala urusan."
(Tafsir Al Jami’Li Ahkamil Qur’an: Imam Qurtuby: juz5/261).


Imam Syaukani rahimahullah Ta’ala berkata:
Ketika Allah Swt memerintahkan kepada para penguasa dan para hakim tatkala mereka memutuskan hukum diantara manusia, supaya mereka memutuskan dengan kebenaran (kembali kepada Allah dan Rosul-Nya). Yang dimaksud seseorang diperintahkan untuk mentaati para penguasanya adalah apabila para pemimpin tersebut mentaati Allah Azza wa Jalla dengan menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya dan mentaati Rosul-Nya dengan menjalankan segala apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya.
Jadi yang disebut “Ulil amri” tersebut yaitu mereka para penguasa,
para pemimpin, dan para hakim yang menjalankan kekuasaannya
dengan syariat (islam) bukan syariat (thogut). Dan ketaatan kepada
mereka selama mereka mengajak yang ma’ruf dan melarang yang
maksiat (mungkar). Maka tidak ada ketaatan kepada manusia dalam rangka berbuat maksiat kepada Allah. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Rosulullah Saw. Dan Jabir bin Abdillah serta Mujahid menjelaskan bahwa yang dimaksud “Ulil amri” yaitu mereka para ahli Qur’an dan ahli ilmu.
(Tafsir Fathul Qodir: Imam As Saukani)


Imam Baghowi rahimahullah Ta’ala berkata:
“Telah berkata Ali bin abi Tholib ra: Wajib bagi para penguasa (pemimpin) untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah (syariat islam), dan menjalankan amanat-Nya dengan benar. maka apabila dia mengerjakannya, wajib bagi rakyatnya untuk mendengar dan mentaati perintahnya. Sebagaimana firman-Nya (“maka kembalikan semua urusan itu kepada Allah dan Rosul-Nya”), maksudnya adalah kembali kepada kitabullah (Al-Qur’an) dan kepada Rosul-Nya ketika beliau masih hidup, serta mengambil sunnahnya tatkala beliau sudah wafat. Adapun mengembalikan segala perselisihan kepada Al-Qur’an dan As Sunnah merupakan hal yang wajib menakala ditemui didalamnya. Sebaliknya apabila tidak didapatkan keterangannya, maka dengan jalan ijtihad. Dikatakan bahwa, maksud kembali kepada Allah dan Rosul-Nya yaitu ketika orang tidak mengerti (hukum persoalannya), agar dia mengatakan: “hanya Allah dan Rosul-Nya yang paling mengerti”. Dan firman-Nya (“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”), yaitu kembali kepada Allah dan Rosul-Nya. Dan firman-Nya (“yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya”), yaitu lebih baik dari harta (kekayaan) dan akibat yang dilakukannya.
(Tafsir Ma’alimut Tanzil: Imam Baghowi:juz2/240).

Abu Ja’far Ath Thobari rahimahullah Ta’ala berkata tentang pengertian ayat:
(“maka jika kalian berselisih tentang urusan itu, maka kembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya jika kalian benar-benar beriman kapada Allah dan hari kemudian”), maksudnya adalah “apabila kalian berselisih, wahai orang-orang yang beriman baik yang menyangkut urusan agama atau persoalan pemerintahan kalian, hendaknya dikembalikan kepada Allah. Maka carilah pengetauan hukum yang kalian perselisihkan itu didalam kitabullah (Al-Qur’an). Apabila kalian mendapatkannya, maka ikutilah hukum tersebut. Adapun firman-Nya (“dan kembalikan kepada Rosul-Nya”), maksudnya; apabila kalian tidak mendapatkan ilmu yang menunjukan hukum persoalan tersebut didalam Al-Qur’an, maka serahkan hukum tersebut kepada Rosul-Nya ketika beliau masih hidup dan ambillah sunnah beliau sebagai sumber hukum ketika beliau telah wafat. Dan firman-Nya (“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah”), artinya; kerjakanlah perintah tersebut, jika kalian membenarkan agama Allah berupa (syariat-Nya). Adapun firman-Nya (“dan hari kemudian”), artinya pada hari pembalasan yang didalamnya ada pahala dan siksa. Maka sesungguhnya apabila kalian mengerjakan apa yang diperintahkan, niscaya kalian akan mendapat balasan pahala dan kenikmatan dari Allah (disyurga). Sebaliknya jika kalian melanggarnya, maka Ia akan menyiksa kalian (dineraka).
(Tafsir Al Jami’ul Bayan fie Ta’wilil Qur’an: Ath Thobari:juz8/504)


Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’di rahimahullah Ta’ala berkata:
(“Maka mengembalikan semua keputusan kepada keduanya (Al-Qur’an dan As sunnah) merupakan syarat keimanan, oleh sebab itu Dia Swt berfirman (“jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”), maksudnya, hal ini menunjukan bahwa barang siapa yang tidak mengembalikan segala urusan yang diperselisihkan kepada keduanya, maka pada hakikatnya dia bukan orang yang beriman, namun dia orang yang beriman kepada Thogut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah).

Sebagaimana telah disebutkan dalam ayat sebelumnya”). Kemudian firman-Nya (“yang demikian itu”), maksudnya mengembalikan semua keputusan kepada Allah dan Rosul-Nya. Dan firman-Nya (“lebih utama dan lebih baik akibatnya”), maksudnya maka barang siapa yang memutuskan hukum kepada Allah dan Rosul-Nya, maka itulah hukum yang paling baik dan
lebih adil serta bermaslahat bagi semua manusia baik dalam persoalan agamanya ataupun dunianya.
Tafsir Taisirul karimurrahman fie tafsir kalamil manan: juz1/183)


Jadi berdasarkan nash di atas berhukum dengan hukum selain syariat islam baik bagi seorang pemimpin,pejabat negara,polisi,tentara,rakyat,baik individu dan kolektif seperti hukum Demokrasi,komunisme,sosialisme atau undang-undang buatan manusia atau paham dan agama selain islam maka orang tersebut di hukumi KAFIR.

Imam Ibnu katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan surah al maidah : 50 didalam kitab tafsir nya:
"Allah ta'ala mengingkari orang yg keluar dari hukum Allah yg mengandung segala kebaikan,dan mencegah dari segala keburukan,dengan berpaling kepada selain nya yg berupa pendapat-pendapat,hawa nafsu dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa ada dasar dari syariat Allah,sebagaimana yang di lakukan kaum jahiliyyah.Mereka berhakim kepada nya karena kebodohan dan kesesatan nya,sebagaimana tartar berhakim dengannya yang berupa ketentuan-ketentuan yang diambil dari jengiskhan yang merumuskan nya dengan diambil dari berbagai aturan (Yahudi,nasrani dan agama islam).di dalam nya banyak hukum yang pembuatanya brdasarkan pandangan nya dan hawa nafsu nya.lalu kitab itu menjadi Undang-undang yg mereka utamakan dibanding hukum Kitab Al quran dan As sunnah.barangsiapa brbuat sprti itu,maka ia adalah orang kafir yg harus di perangi sehingga ia kembali kepada hukum Allah dan Rasul nya.dengan demikian ,tidak ada dibenarkan kepada selain nya baik dalam masalah kecil atau besar."

Semoga Allah swt melapangkan dada kita agar senantiasa berjalan di atas jalan Allah..aamin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar